Kamis, 20 Desember 2012

Manajemen Pemasaran Bank


BAB I
PENDAHULUAN

Pemasaran juga mencakup kepuasan atas kebutuhan dan keinginan konsumen. Tugas dari segala jenis bisnis adalah penyerahan nilai pelanggan untuk mendapatkan laba. Dalam ekonomi  hiperkompetitif, dengan semakin banyak pembeli rasional yang berhadapan dengan banyak sekali pilihan, sebuah perusahaan dapat menang hanya dengan menyetel dengan baik proses penyerahan nilai serta memilih, menyediakan dan mengomunikasikan nilai superior.
Pandangan tradisional tentang pemasaran adalah perusahaan membuat sesuatu dan kemudian menjualnya. Dalam pandangan ini, pemasaran mengambil tempat paruh kedua dalam proses. Perusahaan menganut pandangan ini memiliki peluang terbaik untuk berhasil dalam ekonomi yang di tandai dengan kekurangan barang dimna konsumen tidak rewel tentang mutu, fitur, atau gaya----misalnya, pada barang-barang kebutuhan pokok dalam pasar yang sedang berkembang.
Akan tetapi, pandangan tradisional tentang proses bisnis tidak akan berfungsi dalam ekonomi  dimana orang menghadapi terlalu banyak pilihan. Pesaing yang cerdas harus merancang dan meyerahkan tawaran untuk pasar sasaran yang ditetapkan dengan baik.dalam perjuangan untuk tumbuh, rantai eceran menciptakan spinoffs (perusahaan lepasan) yang menarik bagi pasar mikro yang bahkan lebih kecil. Dari pada menekankan pembuatan dan penjualan, perusahaan ini melihat diri mereka sebagai bagian dari proses penyerahan nilai.
Adapun proses dalam penciptaan nilai dan pengurutan penyerahan, terdiri dari tiga bagian. Pertama, memilih nilai, menggambarkan “pekerjaan rumah” yang harus dilakukan pemasaran sebelum adanya produk apa pun. Staf pemasaran harus membuat segmentasi pasar, menyeleksi sasaran pasar yang tepat, dan mengembangkan penentuan posisi nilai dari tawaran. Begitu unit bisnis memilih nilai, fase kedua adalah menyediakan nilai. Pemasaran harus menentukan ciri produk spesifik,harga, dan distribusi. Tugas dalam fase ketiga adalah mengomunikasikan nilai dengan memanfaatkan kekuatan penjualan, promosi penjualan, iklan, dan alat-alat komunikasi lain yang mengumumkan dan mempromosikan produk.
Orang-orang Jepang menyempurnakan pandangan dengan konsep-konsep berikut :
·         Waktu umpan balik pelanggan nol. Umpan balik pelanggan harus dikumpulkan terus-menerus setelah pembelian untuk mempelajari bagaimana meningkatkan produk dan memasarkannya.
·         Waktu perbaikan produk nol. Perusahaan harus mengevaluasi semua ide perbaikan dan memperkenalkan perbaikan yang paling bernilai dan wajar sesegera mungkin.
·         Waktu pembelian nol. Perusahaan harus menerima suku cadang dan pasokan yang diminta terus-menerus melalui pengaturan tepat-waktu dengan pemasaran.
·         Waktu penetapan nol. Perusahaan harus mampu membuat produk apa saja secepat produk itu di pesan, tanpa menghadapi waktu atau biaya penetapan yang tinggi.
·         Kerusakan nol. Produk harus bermutu tinggi dan bebas dari cacat.
Rantai nilai mengidentifikasi Sembilan kegiatan strategis dan relevan yang menciptakan nilai dan biaya di dalam bisnis tartentu. Kesembilan kegiatan yang menciptakan nilai itu terdiri dari lima kegiatan utama, yang mencerminkan urutan membawa bahan mentah ke perusahaan (inbound logistics), mengkonversinya menjadi produk jadi (operations), mengirim produk jadi (outbound logistics), memasarkannya (marketing & sales), dan melayaninya (service). Dan empat kegiatan penunjang, yaitu perolehan sumber daya (bahan baku), pengembangan teknologi, manajemen sumber daya manusia dan prasarana perusahaan.
Keberhasilan perusahaan bukan hanya tergantung pada keberhasilan masing-masing bagian dalam melakukan tugasnya, melainkan juga pada keberhasilan dalam mengkoordinasikan berbagai kegiatan bagian tersebut  untuk melakukan proses bisnis inti. Proses-proses bisnis inti ini mencakup hal-hal berikut ini :
·         Proses memahami pasar, semua kegiatan yang mencakup pengumpulan intelegensi pasar, penyabarannya dalam organisasi, dan tindakan berdasarkan organisasi informasi tersebut.
·         Proses realisasi produk baru, semua kegiatan yang mencakup penelitian, pengembangan, dan peluncuran produk-produk baru yang berkualitas tinggi dengan segera dan sesuai anggaran.
·         Proses mandapatkan pelanggan, semua kegiatan yang tercakup dalam upaya menetapkan pasar sasaran dan mencari pelanggan baru.
·         Proses manajemen relasi pelanggan, semua kegiatan yang tercakup dalam membangun pemahaman dan hubungan yang lebih mendalam, dan tawaran keapada pelanggan individual.
·         Proses manajemen pemenuhan, semua kegiatan yang mencakup penerimaan dan persetujuan pesanan, pengiriman yang tepat waktu, dan penagihan piutang.
  

BAB II
PEMBAHASAN

Kita tentunya telah mengenal Marketing Mix, yaitu bauran pemasaran yang terdiri dari 4 P: ProductPricePromotion dan Place. Untuk perusahaan Jasa ditambah 3 P lagi, yaitu: People, Physical evidence dan Process. Bagaimana penerapan bauran pemasaran pada pada produk dan jasa Bank? Serta apakah yang disebut dengan Triangle Marketing?
a. Penerapan Bauran Pemasaran pada Produk dan Jasa Bank
Pembahasan penerapan bauran pemasaran pada produk dan jasa perbankan dapat dilihat sebagai berikut:
1.    Product
Yang penting diperhatikan dalam desain dan produk jasa Bank adalah atribut yang menyertai, seperti : sistem, prosedur dan pelayanannya. Desain produk dan jasa Bank juga memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan ukuran bentuk, dan kualitas.
2.    Price
Pengertian harga dalam produk dan jasa Bank, berupa kontra prestasi dalam bentuk suku bunga, baik untuk produk simpanan maupun pinjaman, serta fee untuk jasa-jasa perbankan.
3.    Promotion
Kegiatan promosi pada produk dan jasa Bank pada umumnya dilakukan melalui iklan di media masa, atau televisi. Konsep kegiatan promosi secara menyeluruh meliputi advertisingsales promotion, public relationsales trainning, marketing research & development.
4.    Place
Atau disebut juga saluran distribusi. Saluran distribusi produk dan jasa Bank, berupa Kantor Cabang, yang secara langsung menyediakan produk dan jasa yang ditawarkan. Dengan semakin majunya teknologi, saluran distribusi dapat dilakukan melalui saluran telekomunikasi seperti telepon dan jaringan internet. 
5.    People
Ciri bisnis bank adalah dominan nya unsur personal approach, baik dari jajaran front officeback office sampai tingkat manajerial. Para pekerja Bank dituntut untuk melayani nasabah secara optimal.
6.    Physical Evidence
Physical evidence biasanya juga disebut bukti fisik yang terdiri dari adanya logo atau simbol perusahaan, moto, fasilitas yang dimiliki, seragam karyawan, laporan, kartu nama, dan jaminan perusahaan. 
7.    Process
Meliputi sistem dan prosedur, termasuk persyaratan ataupun ketentuan yang diberlakukan oleh Bank terhadap produk dan jasa Bank. Sistem dan prosedur akan merefleksikan penilaian, apakah pelayanan cepat atau lambat. Pada umumnya nasabah lebih menyenangi proses yang cepat, walaupun bagi Bank akan menimbulkan risiko yang lebih tinggi. Penggunaan teknologi yang tepat guna serta kreativitas yang prima diperlukan, untuk suatu proses yang cepat namun aman.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan penggunaan konsep bauran pemasaran (marketing mix) untuk produk jasa jika digabungkan menjadi 7P, yaitu:
a.    Product (Produk);
b.    Price (Harga);
c.    Place (Tempat/saluran distribusi);
d.    Promotion (Promosi);
e.    People (Orang);
f.     Physical Evidence (Bukti Fisik); dan
g.    Procces (Proses)
Dalam rangka memenangkan persaingan antara Bank dalam menjalankan bauran pemasaranyadapat dilakukan berbagai strategi. Akan tetapi, ketetapan penggunaan strategi bauran pemasaran jasa suatu Bank ditentukan antara lain melalui kualitas jasa yang ditawarkan (perceived service quality). Keberhasilan faktor ini dapat diukur melalui hal-hal berikut:
1.    Kualitas jasa yang dirasakan pelanggan (service performance/perceived service). Artinya, apa yang diterima nasabah pada saat menerima atau membeli jasa yang ditawarkan Bank.
2.    Jasa yang diharapkan pelanggan (customer expectation). Artinya, apa yang dirasakan nasabah sesuai dengan keinginan dan kebutuhan terhadap jasa yang dibelinya.
Kemudian kualitas jasa yang ditawarkan ditentukan oleh berbagai faktor yang mempengaruhinya. Menurut beberapa ahli pemasaran paling tidak ada 5 unsur yang menentukan kualitas jasa, yaitu sebagai berikut:
1.    Tangibel (bukti nyata)
Artinya, jasa yang berkualitas dilihat dari fasilitas fisik seperti gedung kantor, ruangan, pakaian dan penampilan petugas karyawan, lokasi pelayanan dan lokasi kantor.
2.    Emphaty (empati)
Artinya, jasa yang berkualitas mencakup kemudahan komunikasi dan pemahaman terhadap kebutuhan pelanggan, seperti sikap, kewajaran yang ditawarkan, kesediaan membantu nasabah, kesopanan karyawan, perhatiaan kepada kepentingan dan kebutuhan nasabah.
3.    Reliability (keandalan)
Artinya, jasa yang berkualitas meliputi kepercayaan kepada institusi, akurasi catatan nasabah dan kepercayaan nasabah kepada karyawan.
4.    Responsivenes (daya tanggap)
Artinya, jasa yang berkualitas mencakup kecepatan layanan karyawan dan dukungan institusi pada karyawan.
5.    Assurance (jaminan atau kepastian)
Artinya, jasa yang berkualitas mencakup janji institusi kepada pelanggan, penepatan waktu pemberian jasa, keamanan bertransaksi, penepatan waktu operasi, dan kepastian jasa yang diberikan.
b. Pemasaran produk dan jasa Bank menggunakan Triangle Marketing.
Di dalam memasarkan produk dan jasa Bank, maka Bank berusaha memuaskan nasabahnya, agar tidak berpaling pada pesaing. Di dalam konsep pemasaran produk dan jasa perbankan, dikenal istilah Triangle Marketing, yaitu meliputi berbagai kegiatan pemasaran, yang satu dan lainnya saling berinteraksi secara optimal.
Kegiatan pemasaran yang saling berinteraksi digolongkan menjadi tiga, yaitu:
·         Internal Marketing (IM)
·         Eksternal Marketing (EM) dan
·         Interactive Marketing (ITM)
Ø  Internal Marketing adalah garis yang menghubungkan antara employee dan Bank. Agar bisa memasarkan produk Bank, maka Bank tidak boleh melupakan para karyawannya, mereka harus diberikan sosialisasi tentang produk dan jasa Bank apa saja yang dapat dipasarkan kepada nasabah. Dengan demikian para karyawan dapat memahami semua produk dan jasa yang ditawarkan Bank nya, dan dapat membantu memberikan informasi kepada nasabah jika diperlukan.
Ø  Eksternal Marketing adalah garis yang menghubungkan antara nasabah dengan Bank. Hubungan langsung antara nasabah dan Bank pada umumnya melalui petugas front office atau Customer Service. Disini petugas front office akan berusaha memberikan penjelasan tentang prosuk dan jasa Bank secara terinci. Berhasil tidaknya nasabah membeli produk dan jasa bank, akan sangat dipengaruhi dari hasil pelayanan petugas yang berada di jajaran front office.
Ø  Interactive Marketing, adalah garis yang menghubungan antara employee dancustomer (nasabah). Disini employee atau karyawan, harus memahami produk dan jasa Bank nya, agar dapat ikut serta membantu program pemasaran, dan menjelaskan dengan menarik dan benar bila ada pihak luar atau nasabah yang ingin mengetahui produk dan jasa Bank di tempat karyawan tadi bekerja. Bayangkan apabila seorang nasabah ingin mencoba produk dan jasa Bank, dan bertanya pada karyawan yang bekerja di Bank tersebut, namun karyawan tersebut malah memberikan efek yang negatif, tentu nasabah tidak akan membeli produk dan jasa Bank di Bank tersebut.
Ketiga konsep tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat berdiri sendiri, dan saling terkait antara satu dan lainnya, agar terjadi layanan prima untuk mencapai tujuan dalam mempertahankan dan menarik para nasabah.
c. Pemasaran berbasis hubungan
Pemasaran berbasis hubungan, tidak hanya memperlama jangka waktu nasabah dalam berhubungan dengan Bank, namun juga memperbesar aset nasabah yang ditanamkan pada Bank yang bersangkutan.
Persaingan yang makin ketat dalam pemasaran produk dan jasa perbankan, perlu fokus upaya pemasaran dengan tujuan untuk mempertahankan nasabah lama, melakukan cross selling (penjualan silang), untuk mendapatkan tambahan aset yang ditanamkan pada bank.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Jadi dari pembahasan diatas kami menyimpulkan bahwa pada strategi pemasaran pada Bank terdapat 7P yaitu Product (Produk), Price (Harga), Place (Tempat/saluran distribusi), Promotion (Promosi), People (Orang), Physical Evidence (Bukti Fisik), dan Procces (Proses) Dalam rangka memenangkan persaingan antara Bank dalam menjalankan bauran pemasaranyadapat dilakukan berbagai strategi. Akan tetapi, ketetapan penggunaan strategi bauran pemasaran jasa suatu Bank ditentukan antara lain melalui kualitas jasa yang ditawarkan.



Selasa, 18 Desember 2012

Tingkat Kesehatan Bank


Tingkat Kesehatan Bank

Tingkat Kesehatan Bank adalah hasil penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu Bank atau UUS melalui:
1.    Penilaian Kuantitatif dan Penilaian Kualitatif terhadap faktor-faktor permodalan, kualitas aset, rentabilitas, likuiditas, sensitivitas terhadap risiko pasar; dan
2.    Penilaian Kualitatif terhadap faktor manajemen.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa bank yang sehat adalah bank yang dapat menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik. Dengan kata lain, bank yang sehat adalah bank yang dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, dapat membantu kelancaran lalu lintas pembayaran serta dapat digunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan berbagai kebijakannya, terutama kebijakan moneter. Dengan menjalankan fungsi-fungsi tersebut diharapkan dapat memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat serta bermanfaat bagi perekonomian secara keseluruhan.
Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik, bank harus mempunyai modal yang cukup, menjaga kualitas asetnya dengan baik, dikelola dengan baik dan dioperasikan berdasarkan prinsip kehati-hatian, menghasilkan keuntungan yang cukup untuk mempertahankan kelangsungan usahanya, serta memelihara likuiditasnya sehingga dapat memenuhi kewajibannya setiap saat. Selain itu, suatu bank harus senantiasa memenuhi berbagai ketentuan dan aturan yang telah ditetapkan, yang pada dasarnya berupa berbagai ketentuan yang mengacu pada prinsip-prinsip kehati-hatian di bidang perbankan.
Penilaian tingkat kesehatan bank di Indonesia sampai saat ini secara garis besar didasarkan pada faktor CAMEL (Capital, Assets Quality, Management, Earning dan Liquidity). Seiring dengan penerapan risk based supervision, penilaian tingkat kesehatan juga memerlukan penyempurnaan. Saat ini BI tengah mempersiapkan penyempurnaan sistem penilaian bank yang baru, yang memperhitungkan sensitivity to market risk atau risiko pasar. Dengan demikian faktor-faktor yang diperhitungkan dalam system baru ini nantinya adalah CAMEL. Kelima faktor tersebut memang  merupakan faktor yang menentukan kondisi suatu bank. Apabila suatu bank mengalami permasalahan pada salah satu faktor tersebut (apalagi apabila suatu bank mengalami permasalahan yang menyangkut lebih dari satu faktor tersebut), maka bank tersebut akan mengalami kesulitan.
Sebagai contoh, suatu bank yang mengalami masalah likuiditas (meskipun bank tersebut modalnya cukup, selalu untung, dikelola dengan baik, kualitas aktiva produktifnya baik) maka apabila permasalahan tersebut tidak segera dapat diatasi maka dapat dipastikan bank tersebut akan menjadi tidak sehat. Pada waktu terjadi krisis perbankan di Indonesia sebetulnya tidak semua bank dalam kondisi tidak sehat, tetapi karena terjadi rush dan mengalami kesulitan likuiditas, maka sejumlah bank yang sebenarnya sehat menjadi tidak sehat.
Meskipun secara umum faktor CAMEL relevan dipergunakan untuk semua bank, tetapi bobot masing-masing faktor akan berbeda untuk masing-masing jenis bank. Dengan dasar ini, maka penggunaan factor CAMEL dalam penilaian tingkat kesehatan dibedakan antara bank umum dan BPR.
Selama ini penilaian tingkat kesehatan bank umum yang ada di Indonesia belum terintegrasikan, dengan ada Risk Base profile maka penilaian terhadap tingkat kesehatan bank menjadi lebih terintegrasikan. Hal ini akan mempermudah pengawasan dengan cara bank melakukan penilaian sendiri Tingkat Kesehatan Bank dan hasil self assesment Tingkat Kesehatan Bank yang telah mendapat persetujuan dari Direksi wajib disampaikan kepada Dewan Komisaris. Selanjutnya, hasil self assesment dimaksud wajib disampaikan kepada Bank Indonesia.
Adapun indikator dalam penilaian tingkat kesehatan bank yang baru adalah profil resiko, good corporate governance, rentabilitas, dan permodalan bank. Dikhususkan pada profil resiko, ada delapan hal yang termasuk di dalamnya, antara lain resiko kredit, pasar, likuiditas, operasional, hukum, strategis, kepatuhan dan reputasi bank. Periode penilaian tingkat kesehatan bank dilakukan paling kurang setiap semester (untuk posisi akhir bulan Juni dan Desember) serta dilakukan pengkinian sewaktu-waktu apabila diperlukan.
Namun untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara konsolidasi, penilaian terhadap masing-masing faktor dilakukan secara konsolidasi antara Bank dengan Perusahaan Anak dengan memperhatikan karakteristik usaha Perusahaan Anak dan pengaruhnya terhadap Bank secara konsolidasi. Selain itu penetapan peringkat masing-masing faktor secara konsolidasi dilakukan dengan memperhatikan signifikansi atau materialitas pangsa Perusahaan Anak terhadap Bank secara konsolidasi dan/atau permasalahan Perusahaan Anak yang berpengaruh secara signifikan terhadap Bank secara konsolidasi.
Untuk diketahui, Perusahaan Anak adalah perusahaan yang dimiliki dan/atau dikendalikan oleh Bank secara langsung maupun tidak langsung, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai penerapan manajemen risiko secara konsolidasi bagi Bank yang melakukan pengendalian terhadap perusahaan anak Bank wajib melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip kehati-hatian dan prinsip syariah dalam rangka menjaga atau meningkatkan Tingkat Kesehatan Bank. Komisaris dan Direksi Bank wajib memantau dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar Tingkat Kesehatan Bank dapat dipenuhi.
Keseluruhan dari indikator tersebut dianalisis secara komprehensif dan terstruktur yang kemudian akan ditetapkan dalam sebuah peringkat. Dalam peringkat tersebut diberikan nilai dari angka 1 sampai 5, dimana penetapan angka peringkat yang makin kecil menunjukan kesehatan bank yang semakin baik. Namun, dalam hal berdasarkan hasil identifikasi dan penilaian Bank Indonesia jika ditemukan permasalahan atau pelanggaran yang secara signifikan mempengaruhi atau akan mempengaruhi operasional dan/atau kelangsungan usaha Bank, Bank Indonesia berwenang menurunkan Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank. Apabila Faktor Tingkat Kesehatan Bank yang ditetapkan dengan peringkat 4 atau peringkat 5; Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank yang ditetapkan dengan peringkat 4 atau peringkat 5; Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank yang ditetapkan dengan peringkat 3, namun terdapat permasalahan signifikan yang perlu diatasi agar tidak mengganggu kelangsungan usaha Bank, maka pengurus bank dan pemegang saham wajib membuat action plan penyelesaian.

Penilaian peringkat faktor manajemen ditetapkan dalam 4 (empat) peringkat sebagai berikut:
1.   Peringkat manajemen A mencerminkan bahwa bank memiliki kualitas tata kelola (corporate governance) yang baik dengan kualitas manajemen risiko dan kepatuhan yang tinggi terhadap peraturan yang berlaku dan prinsip syariah;
2.   Peringkat manajemen B mencerminkan bahwa bank memiliki kualitas tata kelola (corporate governance) yang cukup baik dengan kualitas manajemen risiko dan kepatuhan yang cukup tinggi terhadap peraturan yang berlaku dan prinsip syariah;
3.   Peringkat manajemen C mencerminkan bahwa bank memiliki kualitas tata kelola (corporate governance) yang kurang baik dengan kualitas manajemen risiko dan atau kepatuhan yang rendah terhadap peraturan yang berlaku dan atau prinsip syariah; atau
4.   Peringkat manajemen D mencerminkan bahwa bank memiliki kualitas tata kelola (corporate governance) yang tidak baik dengan kualitas manajemen risiko dan atau kepatuhan sangat rendah terhadap peraturan yang berlaku dan atau prinsip syariah.
Jika bank tidak memenuhi ketentuan tersebut, maka Bank Indonesia menyiapkan sanksi teguran tertulis, penurunan kesehatan bank, dan pembekuan kegiatan usaha. Selain itu Bank Indonesia akan mencantumkan pengurus atau pemilik saham bank dalam daftar predikat tidak lulus terhadap penilaian kemampuan dan kepatutan.

Faktor yang menggugurkan penilaian tingkat kesehatan bank antara lain
~ Perselisihan Intern
~ Campur Tangan Pihak Luar Bank
~ Window Dressing
~ Praktek Bank dalam Bank
~ Kesulitan yang Mengakibatkan pengunduran dalam Kliring
~ Praktek yang Membahayakan Usaha Bank
Secara teknis aturan tersebut akan mempermudah Bank Indonesia dalam melakukan pengawasan bank yang mulai menghadapi permasalahan, karena adanya penilaian sendiri secara terintegrasi. Bahkan masalah yang ada pada anak perusahaan pun bisa cepat terdeteksi.
Kesehatan atau kondisi keuangan dan non keuangan Bank merupakan kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik, pengelola (manajemen) Bank, masyarakat pengguna jasa Bank, Bank Indonesia selaku otoritas pengawasan Bank, dan pihak lainnyaKondisi Bank tersebut dapat digunakan oleh pihak-pihak tersebut untuk mengevaluasi kinerja Bank dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku dan manajemen risikoPerkembangan industri perbankan, terutama produk dan jasa yang semakin kompleks dan beragam akan meningkatkan eksposur risiko yang dihadapi Bank

Perubahan eksposur risiko Bank dan penerapan manajemen risiko akan mempengaruhi profil risiko Bank yang selanjutnya berakibat pada kondisi Bank secara keseluruhan.
Perkembangan metodologi penilaian kondisi Bank senantiasa bersifat dinamis sehingga sistem penilaian tingkat kesehatan Bank harus diatur kembali agar lebih mencerminkan kondisi Bank saat ini dan di waktu yang akan datang. Pengaturan kembali tersebut antara lain meliputi penyempurnaan pendekatan penilaian (kualitatif dan kuantitatif) dan penambahan faktor penilaian.
Bagi perbankan, hasil akhir penilaian kondisi Bank tersebut dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam menetapkan strategi usaha di waktu yang akan datang sedangkan bagi Bank Indonesia, antara lain digunakan sebagai sarana penetapan dan implementasi strategi pengawasan Bank. Agar pada waktu yang ditetapkan Bank dapat menerapkan sistem penilaian tingkat kesehatan Bank sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini, maka perbankan perlu melakukan langkah-langkah persiapan dalam menerapkan sistem tersebut.

Januari 6, 2010 pada 2:58 am (Uncategorized
Kebijakan perbankan yang dikeluarkan dan dilaksanankan oleh BI pada dasarnya adalah ditujukan untuk menciptakan dan memelihara kesehatan, baik secara individu maupun perbankan sebagai suatu sistem. Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah seperti apakah bank yang disebut sehat itu?
Apa saja yang menjadi indikator kesehatan sebuah bank dan bagaimana pengukurannya?
Pengertian Tingkat Kesehatan Bank
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa bank yang sehat adalah bank yang dapat menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik. Dengan kata lain, bank yang sehat adalah bank yang dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, dapat membantu kelancaran lalu lintas pembayaran serta dapat digunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan berbagai kebijakannya, terutama kebijakan moneter. Dengan menjalankan fungsi-fungsi tersebut diharapkan dapat memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat serta bermanfaat bagi perekonomian secara keseluruhan.
Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik, bank harus mempunyai modal yang cukup, menjaga kualitas asetnya dengan baik, dikelola dengan baik dan dioperasikan berdasarkan prinsip kehati-hatian, menghasilkan keuntungan yang cukup untuk mempertahankan kelangsungan usahanya, serta memelihara likuiditasnya sehingga dapat memenuhi kewajibannya setiap saat. Selain itu, suatu bank harus senantiasa memenuhi berbagai ketentuan dan aturan yang telah ditetapkan, yang pada dasarnya berupa berbagai ketentuan yang mengacu pada prinsip-prinsip kehati-hatian di bidang perbankan.
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Penilaian tingkat kesehatan bank di Indonesia sampai saat ini secara garis besar didasarkan pada faktor CAMEL (Capital, Assets Quality, Management, Earning dan Liquidity). Seiring dengan penerapan risk based supervision, penilaian tingkat kesehatan juga memerlukan penyempurnaan. Saat ini BI tengah mempersiapkan penyempurnaan sistem penilaian bank yang baru, yang memperhitungkan sensitivity to market risk atau risiko pasar. Dengan demikian faktor-faktor yang diperhitungkan dalam system baru ini nantinya adalah CAMEL. Kelima faktor tersebut memang  merupakan faktor yang menentukan kondisi suatu bank. Apabila suatu bank mengalami permasalahan pada salah satu faktor tersebut (apalagi apabila suatu bank mengalami permasalahan yang menyangkut lebih dari satu faktor tersebut), maka bank tersebut akan mengalami kesulitan.
Sebagai contoh, suatu bank yang mengalami masalah likuiditas (meskipun bank tersebut modalnya cukup, selalu untung, dikelola dengan baik, kualitas aktiva produktifnya baik) maka apabila permasalahan tersebut tidak segera dapat diatasi maka dapat dipastikan bank tersebut akan menjadi tidak sehat. Pada waktu terjadi krisis perbankan di Indonesia sebetulnya tidak semua bank dalam kondisi tidak sehat, tetapi karena terjadi rush dan mengalami kesulitan likuiditas, maka sejumlah bank yang sebenarnya sehat menjadi tidak sehat.
Meskipun secara umum faktor CAMEL relevan dipergunakan untuk semua bank, tetapi bobot masing-masing faktor akan berbeda untuk masing-masing jenis bank. Dengan dasar ini, maka penggunaan factor CAMEL dalam penilaian tingkat kesehatan dibedakan antara bank umum dan BPR. Bobot masing-masing faktor CAMEL untuk bank umum dan BPR ditetapkan sebagai berikut :
Tabel Bobot CAMEL
No.
Faktor CAMEL
Bobot
Bank Umum
BPR
1.
2.
3.
4.
5.
Permodalan
Kualitas Aktiva Produktif
Kualitas Manajemen
Rentabilitas
Likuiditas
25%
30%
25%
10%
10%
30%
30%
20%
10%
10%
Perbedaan penilaian tingkat kesehatan antara bank umum dan BPR hanya pada bobot masing-masing faktor CAMEL. Pelaksanaan penilaian selanjutnya dilakukan sama tanpa ada pembedaan antara bank umum dan BPR. Dalam uraian berikut, yang dimaksud dengan penilaian bank adalah penilaian bank umum dan BPR.
Dalam melakukan penilaian atas tingkat kesehatan bank pada dasarnya dilakukan dengan pendekatan kualitatif atas berbagai faktor yang berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan suatu bank. Pendekatan tersebut dilakukan dengan menilai faktor-faktor permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas dan likuiditas.
Pada tahap awal penilaian tingkat kesehatan suatu bank dilakukan dengan melakukan kuantifikasi atas komponen dari masing-masing factor tersebut. Faktor dan komponen tersebut selanjutnya diberi suatu bobot sesuai dengan besarnya pengaruh terhadap kesehatan suatu bank.
Selanjutnya, penilaian faktor dan komponen dilakukan dengan system kredit yang dinyatakan dalam nilai kredit antara 0 sampai 100. Hasil penilaian atas dasar bobot dan nilai kredit selanjutnya dikurangi dengan nilai kredit atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang lain yang sanksinya dikaitkan dengan tingkat kesehatan bank.
Berdasarkan kuantifikasi atas komponen-komponen sebagaimana diuraikan di atas, selanjutnya masih dievaluasi lagi dengan memperhatikan informasi dan aspek-aspek lain yang secara materiil dapat berpengaruh terhadap perkembangan masing-masing faktor. Pada akhirnya, akan diperoleh suatu angka yang dapat menentukan predikat tingkat kesehatan bank, yaitu Sehat, Cukup Sehat, Kurang Sehat dan Tidak Sehat.
Berikut ini penjelasan metode CAMEL :
1. Capital
Kekurangan modal merupakan gejala umum yang dialami bank-bank di negara-negara berkembang. Kekurangan modal tersebut dapat bersumber dari dua hal, yang pertama adalah karena modal yang jumlahnya kecil, yang kedua adalah kualitas modalnya yang buruk. Dengan demikian, pengawas bank harus yakin bahwa bank harus mempunyai modal yang cukup, baik jumlah maupun kualitasnya. Selain itu, para pemegang saham maupun pengurus bank harus benar-benar bertanggung jawab atas modal yang sudah ditanamkan.
Berapa modal yang cukup tersebut? Pada saat ini persyaratan untuk mendirikan bank baru memerlukan modal disetor sebesar Rp. 3 trilyun. Namun bank-bank yang saat ketentuan tersebut diberlakukan sudah  berdiri jumlah modalnya mungkin kurang dari jumlah tersebut. Pengertian kecukupan modal tersebut tidak hanya dihitung dari jumlah nominalnya, tetapi juga dari rasio kecukupan modal, atau yang sering disebut sebagai Capital Adequacy Ratio (CAR). Rasio tersebut merupakan perbandingan antara jumlah modal dengan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Pada saat ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku, CAR suatu bank sekurang-kurangnya sebesar 8%.
Description: http://mdhaqiqi.files.wordpress.com/2010/01/capital.jpg?w=234&h=100
2. Assets Quality
Dalam kondisi normal sebagian besar aktiva suatu bank terdiri dari kredit dan aktiva lain yang dapat menghasilkan atau menjadi sumber pendapatan bagi bank, sehingga jenis aktiva tersebut sering disebut sebagai aktiva produktif. Dengan kata lain, aktiva produktif adalah penanaman dana Bank baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam  bentuk pembiayaan, piutang, surat berharga, penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontijensi pada transaksi rekening administratif. Di dalam menganalisis suatu bank pada umumnya perhatian difokuskan pada kecukupan modal bank karena masalah solvensi memang penting. Namun demikian, menganalisis kualitas aktiva produktif secara cermat tidaklah kalah pentingnya. Kualitas aktiva produktif bank yang sangat jelek secara implisit akan menghapus modal bank. Walaupun secara riil bank memiliki modal yang cukup besar, apabila kualitas aktiva produktifnya sangat buruk dapat saja kondisi modalnya menjadi buruk pula. Hal ini antara lain terkait dengan berbagai permasalahan seperti pembentukan cadangan, penilaian asset, pemberian pinjaman kepada pihak terkait, dan sebagainya. Penilaian terhadap kualitas aktiva produktif di dalam ketentuan perbankan di Indonesia didasarkan pada dua rasio yaitu:
1)      Rasio Aktiva Produktif Diklasifikasikan terhadap Aktiva
Produktif (KAP 1). Aktiva Produktif Diklasifikasikan menjadi Lancar, Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Rumusnya adalah :Description: http://mdhaqiqi.files.wordpress.com/2010/01/aset1.jpg?w=300&h=62
Penilaian rasio KAP dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
·         Untuk rasio sebesar 15,5 % atau lebih diberi nilai kredit 0 dan
·         Untuk setiap penurunan 0,15% mulai dari 15,49% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
2)      Rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif terhadap Aktiva
Produktif yang diklasifikasikan (KAP 2). Rumusnya adalah :
Description: http://mdhaqiqi.files.wordpress.com/2010/01/aset2.jpg?w=300&h=58
Penilaian rasio KAP untuk perhitungan PPAP dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut untuk rasio 0 % diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap kenaikan 1 % dari 0 % nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
3. Management
Manajemen atau pengelolaan suatu bank akan menentukan sehat tidaknya suatu bank. Mengingat hal tersebut, maka pengelolaan suatu manajemen sebuah bank mendapatkan perhatian yang besar dalam penilaian tingkat kesehatan suatu bank diharapkan dapat menciptakan dan memelihara kesehatannya.
Penilaian faktor manajemen dalam penilaian tingkat kesehatan bank umum dilakukan dengan melakukan evaluasi terhadap pengelolaan terhadap bank yang bersangkutan. Penilaian tersebut dilakukan dengan mempergunakan sekitar seratus kuesioner yang dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu kelompok manajemen umum dan kuesioner manajemen risiko. Kuesioner kelompok manajemen umum selanjutnya dibagi ke dalam sub kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan strategi, struktur, sistem, sumber daya manusia, kepemimpinan, budaya kerja. Sementara itu, untuk kuesioner manajemen risiko dibagi dalam sub kelompok yang berkaitan dengan risiko likuiditas, risiko pasar, risiko kredit, risiko operasional, risiko hukum dan risiko pemilik dan pengurus.
4. Earning
Salah satu parameter untuk mengukur tingkat kesehatan suatu bank adalah kemampuan bank untuk memperoleh keuntungan. Perlu diketahui bahwa apabila bank selalu mengalami kerugian dalam kegiatan operasinya maka tentu saja lama kelamaan kerugian tersebut akan memakan modalnya. Bank yang dalam kondisi demikian tentu saja tidak dapat dikatakan sehat.
Penilaian didasarkan kepada rentabilitas atau earning suatu bank yaitu melihat kemampuan suatu bank dalam menciptakan laba. Penilaian dalam unsur ini didasarkan pada dua macam, yaitu :
1)      Rasio Laba terhadap Total Assets (ROA / Earning 1). Rumusnya adalah :Description: http://mdhaqiqi.files.wordpress.com/2010/01/earning1.jpg?w=300&h=74
Penilaian rasio earning 1 dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio 0 % atau negatif diberi nilai kredit 0, dan untuk setiap kenaikan 0,015% mulai dari 0% nilai kredit ditambah dengan nilai maksimum 100.
2)      Rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (Earning 2). Rumusnya adalah :
Description: http://mdhaqiqi.files.wordpress.com/2010/01/earning2.jpg?w=300&h=65
Penilaian earning 2 dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio sebesar 100% atau lebih diberi nilai kredit 0 dan setiap penurunan sebesar 0,08% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
5. Liquidity
Penilaian terhadap faktor likuiditas dilakukan dengan menilai dua buah rasio, yaitu rasio Kewajiban Bersih Antar Bank terhadap Modal Inti dan rasio Kredit terhadap Dana yang Diterima oleh Bank. Yang dimaksud Kewajiban Bersih Antar Bank adalah selisih antara kewajiban bank dengan tagihan kepada bank lain. Sementara itu yang termasuk Dana yang Diterima adalah Kredit Likuiditas Bank Indonesia, Giro, Deposito, dan Tabungan Masyarakat, Pinjaman bukan dari bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan (tidak termasuk pinjaman subordinasi), Deposito dan Pinjaman dari bank lain yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan, dan surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan.
Liquidity yaitu rasio untuk menilai likuiditas bank. Penilaian likuiditas bank didasarkan atas dua maca rasio, yaitu :
1)      Rasio jumlah kewajiban bersih call money terhadap Aktiva Lancar. Rumusnya adalah :
Description: http://mdhaqiqi.files.wordpress.com/2010/01/liquiditas1.jpg?w=300&h=63
Penilaian likuiditas dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio sebesar 100% atau lebih diberi nilai kredit 0, dan untuk setiap penurunan sebesar 1% mulai dari nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
2)      Rasio antara Kredit terhadap dana yang diterima oleh bank. Rumusnya adalah :
Description: http://mdhaqiqi.files.wordpress.com/2010/01/liquiditas2.jpg?w=300&h=74
Penilaian likuiditas 2 dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio 115 atau lebih diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap penurunan 1% mulai dari rasio 115% nilai kredit ditambah 4 dengan nilai maksimum 100.

Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, Versi Baru Tahun 2011

Pada tanggal 5 Januari 2011 Bank Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 13/1/PBI/2011 tanggal 5 Januari 2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Penilaian tingkat kesehatan bank umum tersebut menggantikan PBI sebelumnya Nomor No. 6/10/PBI/2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum yang telah berlaku selama hampir tujuh tahun. Namun PBI terbaru tersebut baru berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2012. Jadi bank-bank di Indonesia diberikan waktu sekitar satu tahun untuk menggunakan PBI terbaru tersebut. Secara umum PBI tersebut tidak berubah drastis seperti ketika penilaian tingkat kesehatan bank umum tahun 2004 (yang lebih populer dengan CAMELS) menggantikan PBI sebelumnya (CAMEL). Apa perbedaan PBI Nomor 13/1/PBI/2011 dengan PBI Nomor 6/10/PBI/2004 ?
Penyempurnaan penilaian kesehatan bank dilatarbelakangi oleh Perubahan kompleksitas usaha dan profil risiko, penerapan pengawasan secara konsolidasi, serta perubahan pendekatan penilaian kondisi Bank yang diterapkan secara internasional mempengaruhi pendekatan penilaian Tingkat Kesehatan Bank. Secara substantif memang ada beberapa perubahan faktor-faktor penilaian, namun dari sisi prinsip dan proses perhitungan tingkat kesehatan, PBI baru tersebut relatif sama. Mari sekilas kita lihat perbandingannya. Pertama,  penilaian tetap bersifat self-assessment oleh masing-masing bank yang dilakukan setiap semester, namun pihak BI akan melakukan pemeriksaan sebagai langkah validasi atau konfirmasi terhadap penilaian yang dilakukan oleh pihak bank. Apabila terdapat perbedaan hasil penilaian Tingkat Kesehatan Bank yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan hasil self assesment oleh pihak bank maka yang berlaku adalah hasil penilaian Tingkat Kesehatan Bank yang dilakukan oleh Bank Indonesia.
Kedua,  skala (predikat) penilaian, baik untuk setiap indikator atau penilaian komposit sama seperti sebelumnya yaitu Peringkat 1  sampai Peringkat 5 dimana urutan peringkat faktor yang lebih kecil mencerminkan kondisi Bank yang lebih baik. Misalnya, Peringkat 1 mencerminkan kondisi Bank yang secara umum sangat sehat sehingga dinilai sangat mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya, sedangkan Peringkat 5 mencerminkan kondisi Bank yang secara umum tidak sehat sehingga dinilai tidak mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya. Pada penilaian sebelumnya berdasarkan PBI Nomor 6/10/PBI/2004, BI telah menyediakan kerangka kerja atau lembar kerja yang menjelaskan bagaimana menghitung dan menilai setiap indikator. Panduan tersebut disajikan dalam bentuk matriks. Untuk PBI tahun 2011 ini, panduan dalam acuan matriks tersebut belum disediakan oleh Bank Indonesia. Nanti kita tunggu surat edaran BI selanjutnya yang merupakan petunjuk teknis yang lebih terperinci. Bank Indonesia akan melakukan uji coba penilaian pada tanggal 1 Juli 2011. Jadi kita tunggu saja surat edarannya sebelum tanggal tersebut.
Lalu bagaimana dengan faktor-faktor penilaiannya, apakah sama seperti PBI sebelumnya yang digolongkan dalam 6 faktor- yang disebut CAMELS? Menurut dugaan saya sih tidak berubah secara signifikan, cuma ada penggolongan kategori penilaian saja yang menunjukkan penitikberatan pada faktor-faktor tertentu. PBI yang baru menggolongkan faktor penilaian menjadi hanya empat faktor yaitu (1) Profil resiko atau risk profile, (2) Good Corporate Governance, (3) Rentabilitas atau Earnings, dan (4) Permodalan atauCapital. Jadi PBIi yang baru ini bisa disingkat- sekedar untuk memudahkan ingatan saja, menjadi RGEC :). Profile resiko mencakup 8 jenis resiko yaitu (a) risiko kredit, (b) risiko pasar, (c) risiko likuiditas, (d) risiko operasional, (e) risiko hukum, (f) risiko stratejik, (g) risiko kepatuhan, dan (h) risiko reputasi. Jadi kayaknya, beberapa indikator pada CAMELS sebelumnya, ditataulang dan dimasukkan ke faktor Risk Pofile pada PBI yang baru. Jadi faktor “L” atauLiquidity , dan “S” atau Sensitivity to market risk pada penilaian sebelumnya (CAMELS) melebur ke faktor “R” pada penilaian yang baru (RGEC).
Silahkan dilihat-lihat PBI baru tersebut dan kita tunggu a Surat Edaran yang akan memperinci proses perhitungan selengkapnya  sebelum PBI ini diberlakukan pada 1 Juli 2011 nanti 

Daftar Pustaka
http://nustaffsite.gunadarma.ac.id/blog/bhermana/2011/01/17/penilaian-tingkat-kesehatan-bank-umum-versi-baru-tahun-2011/